Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri resmi meningkatkan status kasus dugaan pemalsuan terkait pagar laut di perairan Tangerang, Banten, ke tahap penyidikan. Keputusan ini diambil setelah gelar perkara yang menemukan unsur pidana dalam kasus tersebut.
“Dari hasil gelar, kami sepakat bahwa telah ditemukan dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akta autentik. Selanjutnya, kami siap melaksanakan penyidikan lebih lanjut,” ujar Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, Rabu 5 Februari 2025.
Meski telah naik ke tahap penyidikan, Djuhandani belum mengungkapkan pihak-pihak yang berpotensi menjadi tersangka. Namun, ia menegaskan bahwa proses hukum akan dijalankan secara profesional dan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.
“Kita akan mencari lebih lanjut dalam proses penyidikan. Sebelum menemukan tersangka, kami tetap mengutamakan asas praduga tak bersalah. Namun, pada prinsipnya, penyidikan sudah kami persiapkan dengan matang,” kata Djuhandani.
Sebelum digelarnya perkara ini, penyidik telah memeriksa lima saksi kunci, yaitu perwakilan dari Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) Raden Lukman, dua orang dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tangerang.
Sebelumnya, pada Senin, 3 Februari 2025, penyidik juga telah meminta keterangan dari tujuh saksi lain yang menjadi dasar dalam gelar perkara ini. Gelar perkara tersebut dihadiri oleh tim dari Bareskrim, penyidik utama, penyidik madya, serta para penyidik di lingkungan Direktorat Tindak Pidana Umum.
Penyelidikan kasus ini dimulai sejak awal Januari 2025 atas perintah langsung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Surat perintah dimulainya penyelidikan (SPDP) diterbitkan pada 10 Januari 2025.
Dalam proses penyelidikan, Polri berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk KKP, Kementerian ATR/BPN, dan pihak kelurahan tempat terbitnya sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di laut. Dugaan pelanggaran dalam kasus ini mengacu pada Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat, Pasal 264 KUHP tentang Pemalsuan Akta Autentik, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Semoga kita bisa mengungkap lebih jauh apakah ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 263 dan 264 KUHP serta Undang-Undang TPPU,” pungkas Djuhandani.