Jakarta (3/9) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Bintang Puspayoga mendorong estafet pelaksanaan program dan penerapan kebijakan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di tahun 2025 melalui pengelolaan anggaran yang optimal. Sebagai upaya meningkatkan kualitas program dan kebijakan tentang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di masa mendatang, Kemen PPPA dan Komisi Perlindungan Anak (KPAI) melaksanakan Rapat Kerja dengan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dengan tema Pelaporan Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2023, Rencana Kerja Anggaran Tahun 2025, Program Perlindungan Anak, dan Isu Aktual.
“Pemerintah terus berupaya untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran dalam mendukung program-program prioritas nasional, termasuk di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Kemen PPPA berkomitmen untuk terus memperbaiki dan meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan di Kemen PPPA dalam memastikan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, perlindungan hak perempuan dan perlindungan anak dapat terwujud, khususnya dalam penyelesaian 5 isu prioritas sesuai arahan Presiden. Mendukung hal tersebut, pemerintah telah menetapkan Pagu Anggaran Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan Dana Alokasi Khusus Tahun 2025 melalui Surat Bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan. Adapun Pagu anggaran Kemen PPPA Tahun 2025 adalah sebesar Rp.300.654.181.000,” kata Menteri PPPA.
Menteri PPPA menyampaikan pagu anggaran tersebut tidak mengalami perubahan dari Pagu Indikatif, namun terdapat pergeseran pagu antar program. Menyesuaikan pagu anggaran tersebut, Kemen PPPA telah menyusun Rencana Kerja (Renja) Kemen PPPA tahun 2025 dengan 19 fokus prioritas, diantaranya; penguatan regulasi dan peraturan teknis dalam upaya peningkatan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak; pengembangan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) sebagai instrumen manajemen penanganan kasus dan menghasilkan satu data pelaporan kasus kekerasan; percepatan pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) di kementerian/lembaga; dan berbagai upaya lainnya.
“Hal lain yang perlu kami jelaskan adalah pada tahun 2025 terdapat DAK Fisik Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (DAK Fisik PPA), sebelumnya hanya DAK Non Fisik PPA. DAK Fisik PPA telah dialokasikan sebesar Rp. 96.961.090.487 untuk 42 daerah penerima. Sedangkan DAK Nonfisik PPA tahun 2025 sebesar Rp. 132.000.000.000 dan akan diberikan kepada 303 daerah yang telah mengusulkan,” tegas Menteri PPPA.
Dalam rangka mengoptimalkan pencapaian prioritas pembangunan PPPA khususnya terkait penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak, sekaligus menindaklanjuti hasil trilateral meeting Pagu Indikatif Kemen PPPA tanggal 27 Mei 2024 dan Rapat Kerja Menteri PPPA dengan Komisi VIII DPR RI tanggal 4 Juni 2024, Kemen PPPA telah mengusulkan tambahan anggaran tahun 2025 sebesar Rp. 70.763.613.000.
“Adapun rincian penambahan anggaran tersebut akan dimanfaatkan dalam melaksanakan koordinasi strategis pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, koordinasi strategis pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang Perlindungan Anak dan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), koordinasi startegis pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), KDRT dan TPPO; koordinasi strategis pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang Perlindungan Khusus Anak, TPKS, dan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), dan; pengawasan atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang Perlindungan Anak, TPKS, dan SPPA,” jelas Menteri PPPA.
Melanjutkan hal tersebut, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Ai Maryati Solihah turut mendukung pengusulan tambahan anggaran tersebut yang akan dimanfaatkan dalam mendukung pelaksanaan program KPAI. Adapun program tersebut diantaranya mendukung pelayanan publik kepada masyarakat salah satunya dalam memberikan layanan atas pengaduan masyarakat terkait pelanggaran hak anak, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak di daerah.
“Kami menyampaikan isu-isu aktual yang berusaha kami selesaikan bersama diantaranya kejahatan online seperti kekerasan hingga penyalahgunaan jasa keuangan menjadi isu yang cukup signifikan sehingga Kemen PPPA, Kominfo dan PPATK berupaya keras dalam menyelesaikan masalah ini. Lebih lanjut isu kekerasan seksual anak di satuan pendidikan, dimana setiap hari kami mendapat laporan tentang masalah ini dan menyebabkan trauma mendalam kepada anak. Selain itu, pengawasan daycare anak menjadi hal yang penting karena masih banyak tempat penitipan anak yang belum terstandarisasi. Oleh karenanya, upaya-upaya penguatan koordinasi, peningkatan pengawasan dan penguatan tata kelola layanan pengaduan sangat diperlukan dalam menjalankan rencana kerja di tahun 2025,” ungkap Ai.
Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi mendukung usulan tambahan anggaran Kemen PPPA, khususnya dalam memberikan perlindungan anak Indonesia sebagai wujud hadirnya negara untuk memastikan hak anak terpenuhi di di seluruh wilayah.
“Komisi VIII DPR RI mendorong Menteri PPPA dan Ketua KPAI agar menindaklanjuti pandangan dan pendapat Komisi VIII DPR RI untuk segera menerbitkan regulasi turunan dan mengoptimalkan sosialisasi UU Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan. Pada KPAI juga untuk meningkatkan kinerja dalam merespon pengaduan dari masyarakat,” kata Ashabul Kahfi.
Anggota DPR RI Dapil Jawa Barat VIII, Selly Andriany Gantina memberikan apresiasi terhadap upaya Kemen PPPA dalam mendorong penyelesaian isu perempuan dan anak melalui diundangkannya berbagai kebijakan, hingga alokasi DAK PPA bagi daerah. Kedepan, Selly mendukung upaya sinergi dan kolaborasi lintas Kementerian/Lembaga dalam menyelesaikan isu perempuan dan anak, sehingga manfaat yang dihasilkan bisa lebih dirasakan banyak pihak.