JAKARTA – 6 Mei 2025– Pasar-pasar di Asia Tenggara (SEA) tengah meninjau kembali prioritas dan peluang dalam ekonomi hijau di tengah ketidakpastian makro global. Hari ini, edisi ke-6 laporanSoutheast Asia’s Green Economyyang diterbitkan oleh Bain & Company, GenZero, Google, Standard Chartered, dan Temasek, memperkenalkan pendekatan berbasis sistem untuk mendorong pertumbuhan dan dampak di kawasan ini. Dipadukan dengan kolaborasi lebih luas di kawasan Asia-Pasifik (APAC), pendekatan ini berpotensi mendorong dampak ekonomi regional yang signifikan — dengan enam negara utama Asia Tenggara (SEA-6)* berpotensi meraih tambahan pertumbuhan PDB hingga USD 120 miliar, menciptakan 900.000 lapangan kerja baru, serta menutup hingga 50% kesenjangan emisi# pada tahun 2030.
Laporan ini menekankan bahwa untuk mencapai hasil dalam skala besar, ekonomi hijau SEA harus dipandang sebagai sekumpulan sistem yang kompleks dan saling terhubung . Pendekatan berbasis sistem mencakup identifikasi hambatan sistemik yang memperburuk emisi di Kawasan Asia Tenggara, menemukan solusi yang efektif yang dapat diterapkan lintas sistem, serta memprioritaskan solusi yang memiliki potensi terbesar untuk mendorong perubahan yang berkelanjutan.
Solusi-solusi ini menawarkan cara untuk tetap berada di jalur yang benar di tengah ketidakpastian makro, sekaligus menciptakan peluang bagi Asia Tenggara untuk membuka jalur pertumbuhan hijau baru, meningkatkan ketahanan, dan mengurangi ketergantungan pada energi impor, dan di saat yang samamendukung pencapaian target iklim. Asia Tenggara dan kawasan Asia-Pasifik yang lebih luas dapat menyaksikan percepatan pengembangan ekonomi hijau sebagai respons terhadap dinamika ini.
“Pandangan konvensional saat ini menyatakan bahwa lingkungan makro saat ini akan memperlambat kemajuan ekonomi hijau. Namun, Asia Tenggara — dan kawasan Asia-Pasifik — justru berpotensi mengalami percepatan seiring pemerintah, perusahaan, dan investor mengubah prioritas mereka,” ujarDale Hardcastle, Partner dan Co-Director Global Sustainability Innovation Center di Bain & Company. “Dengan berfokus pada solusi tingkat sistem yang dapat diperluas dan berdampak tinggi, Asia Tenggara dapat menulis ulang peta jalani ekonomi hijaunya dan mengubah tantangan saat ini menjadi peluang. Kita harus mendorong dua hasil utama secara bersamaan – pengurangan emisi secara signifikan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan – untuk memastikan kawasan ini tidak hanya memenuhi target iklim tetapi juga membangun ketahanan dan kemakmuran jangka panjang,” tambahnya.
Laporan tahun ini juga membahas pentingnya kolaborasi yang lebih luas antara pasar Asia Tenggara (SEA) dan Asia-Pasifik (APAC) untuk mengembangkan ekonomi hijau hingga mencapai potensi penuh, dengan memanfaatkan koneksi bersama, seperti isu keamanan energi, hubungan perdagangan, arus investasi asing langsung, serta sinergi dalam transisi energi. Aliansi yang lebih erat antara Asia Tenggara dan kawasan Asia-Pasifik yang lebih luas menjadi kunci untuk memastikan pertumbuhan ekonomi hijau yang berkelanjutan, terutama dalam iklim politik dan ekonomi saat ini, di mana pemerintah dan korporasi tengah menata ulang prioritas mereka.
APAC dan Asia Tenggara memiliki peran krusial dalam dekarbonisasi global. APAC menyumbang setengah dari total emisi gas rumah kaca dunia, sementara Asia Tenggara berkontribusi sebesar 7,5%. Kedua kawasan ini sama-sama bergantung pada bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energi. Berdasarkan tren saat ini, sebagian besar negara di APAC diperkirakan tidak akan mencapai target 2030 mereka, dan kesenjangan emisi di kedua kawasan ini diperkirakan akan semakin melebar pada tahun 2040 dan 2050. Asia Tenggara secara khusus berada dalam posisi yang rentan karena hingga kini belum mampu menurunkan kurva emisinya. Intervensi mendesak diperlukan untuk mengubah trajektori ini dan memastikan pencapaian target yang telah ditetapkan.
“Dengan hanya tersisa lima tahun menuju 2030, jendela peluang kita untuk bertindak demi menghindari dampak terburuk perubahan iklim semakin menyempit. Kita perlu meningkatkan momentum dan berfokus pada solusi pragmatis yang memberikan dampak dalam jangka pendek. Para pemangku kepentingan di kawasan ini memiliki kesempatan untuk mendorong perubahan transformatif di tingkat sistem yang mampu menyeimbangkan keamanan energi, keberlanjutan, dan pertumbuhan ekonomi,”ujarFranziska Zimmermann, Managing Director, Sustainability, Temasek.
Tiga Solusi Berbasis Sistem untuk Asia Tenggara: Bioekonomi Berkelanjutan, Pengembangan Jaringan Listrik Generasi Berikutnya, dan Ekosistem Kendaraan Listrik (EV)
Laporan ini mengidentifikasi tiga solusi inti berbasis sistem yang penting bagi pertumbuhan dan dekarbonisasi Asia Tenggara — yakni bioekonomi berkelanjutan, pengembangan jaringan listrik generasi berikutnya, dan ekosistem kendaraan listrik (EV).
Bioekonomi merupakan bagian penting dari ekonomi enam negara utama Asia Tenggara (SEA-6), menyumbang sekitar 25–30% dari total lapangan kerja di pasar-pasar utama, melalui komoditas seperti kelapa sawit, karet, dan beras. Namun, praktik bioekonomi saat ini turut berdampak kepada emisi dan deforestasi, berkontribusi sekitar 30% dari total emisi SEA-6 dan hilangnya kawasan hutan. Hambatan sistemik utama seperti kepemilikan lahan oleh petani-petani kecil, lemahnya infrastruktur dan rantai pasok, ketidakjelasan hak atas tanah, kompleksitas regulasi, serta belum berkembangnyapenerapan harga karbon dan pasar karbon, menghambat potensi penuh bioekonomi di kawasan ini.
Meningkatkan nilai dari sektor pertanian dan lahan (melalui peningkatan produktivitas pertanian dan solusi berbasis alam), nilai dari limbah (seperti biofuel generasi kedua/2G), serta menerapkan reformasi sistemik (seperti penataan hak atas tanah dan perbaikan rantai pasok) memiliki potensi besar untuk membuka nilai ekonomi baru. Selain itu, kolaborasi regional di Asia-Pasifik dapat mempercepat pertumbuhan bioekonomi melalui perjanjian pembelian hasil produksi, investasi, serta inovasi dan berbagi teknologi di sektor pertanian.
Pada saat yang sama, jaringan listrik domestik di Asia Tenggara perlu diperluas dan dimodernisasi untuk mendukung integrasi energi terbarukan, sistem penyimpanan energi berbasis baterai, sumber energi terdistribusi, dan pengembangan mikrogrid. Diperlukan pula perluasan koneksi lintas batas negara untuk mempercepat dekarbonisasi jaringan listrik. Pemerintah memegang peranan penting dalam mempercepat pengembangan jaringan melalui reformasi regulasi, yang dapat mendorong investasi swasta, perdagangan listrik lintas negara, serta potensi subsidi untuk infrastruktur utama.
Dalam konteks ini, Green Industrial Clusters menawarkan solusi berdampak tinggi dalam jangka pendek untuk menarik investasi swasta di bidang pembangkitan energi terbarukan, infrastruktur transmisi dan distribusi, serta solusi energi hijau lainnya. Jika diterapkan dengan tepat, biaya bersih saat ini untuk dekarbonisasi jaringan listrik di Asia Tenggara dapat berkurang sebesar 11% pada tahun 2050 melalui kerja sama regional.
Sementara itu, transportasi jalan menjadi sumber utama yang semakin meningkat dari segi kontribusi emisi di Asia Tenggara, seiring dengan meningkatnya permintaan mobilitas di kawasan ini. Penetrasi kendaraan listrik (EV) di Asia Tenggara masih rendah, dengan 80% produksi otomotif masih berfokus pada kendaraan berbasis bahan bakar fosil. Dengan dunia yang bergerak menuju adopsi EV secara lebih luas, Asia Tenggara berisiko tertinggal secara ekonomi jika tidak segera mengejar ketertinggalan ini.
Kawasan ini membutuhkan strategi ganda untuk meningkatkan permintaan kendaraan listrik dan memacu produksi lokal, guna mempertahankan keunggulan manufaktur dan mendorong dekarbonisasi dengan biaya yang rendah.
Green corridors dapat mempercepat elektrifikasi armada kendaraan komersial, sementara kolaborasi regional Asia-Pasifik dapat membuka nilai bersama melalui investasi bersama serta integrasi rantai pasok untuk baterai, manufaktur kendaraan listrik, dan infrastruktur pengisian daya, dengan memanfaatkan rantai pasok bahan baku yang sudah tersedia di Asia Tenggara.
Tiga Solusi Pendukung untuk Membuat Solusi Tingkat Sistem Menjadi Layak dan Berhasil – Pembiayaan Iklim dan Transisi, Pasar Karbon, dan green AI
Laporan ini juga menyoroti tiga solusi pendukung penting yang diperlukan untuk meningkatkan dampak dari solusi tingkat sistem.
Pembiayaan iklim dan transisi terus berkembang di Asia Tenggara, namun terdapat kesenjangan pendanaan lebih dari USD 50 miliar yang berpotensi melebar di tengah ketidakpastian makroekonomi. Skema pembiayaan campuran (blended finance) mulai tumbuh, tetapi masih terkendala oleh ukuran transaksi yang kecil, birokrasi yang rumit, serta ketidakcocokan antara proyek dan investor. Kebijakan yang mendukung, pengembangan talenta, dan kemitraan publik-swasta menjadi kunci untuk mendorong kemajuan.
Mekanisme pembiayaan inovatif seperti pembiayaan berbasisofftakedan dana infrastruktur mulai mendapatkan perhatian, namun keberhasilan jangka panjang bergantung pada pengembangan model standar yang dapat direplikasi untuk mendukung skala yang lebih besar.
Laporan ini juga menekankan bahwa koordinasi lintas pemangku kepentingan sangat krusial — pemerintah perlu menstandarkan taksonomi dan memperluas skema pembiayaan bersama (co-financing), sementara investor komersial harus meningkatkan skala keterlibatannya.
Donny Donosepoetro OBE, CEO, Standard Chartered Indonesia , mengatakan,“Transisi menuju ekonomi rendah karbon kini menjadi semakin penting dan mendesak. Dengan kehadiran di seluruh sepuluh pasar ASEAN, Standard Chartered memiliki peran penting dalam memfasilitasi aliran modal dan investasi untuk mendukung para klien kami dalam bertransisi menuju model bisnis rendah karbon di masa depan yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan. Seperti yang disampaikan dalam laporan ini, peluang untuk membiayai transisi ini sangat besar, dan kami akan terus mendampingi klien kami sebagai mitra pilihan mereka dalam perjalanan ini.”
Asia Tenggara menunjukkan kemajuan dalam penetapan harga karbon dan pengembangan pasar karbon, dengan adanya perkembangan regulasi dan peningkatan penerbitan kredit karbon. Namun, langkah ini perlu dipercepat untuk mencapai potensi penuh, khususnya dalam menciptakan insentif finansial guna melindungi dan memulihkan ekosistem, bukan mengeksploitasinya. Untuk memperbesar skala pasar karbon, perlu dilakukan penguatan permintaan, pengembangan pasokan, dan pembangunan infrastruktur pendukung. Yang paling penting, kawasan ini harus memastikan adanya permintaan yang stabil dengan harga yang dapat mendukung kelayakan proyek. Dalam upaya mengembangkan pasar, Asia Tenggara perlu mengadopsi skema kepatuhan (compliance schemes) serta membangun registri dan bursa kredit karbon yang kuat untuk meningkatkan kepercayaan terhadap kualitas kredit yang diterbitkan.
Anshari Rahman, Direktur Kebijakan dan Analitik di GenZero, mengatakan, “Pasar karbon di Asia Tenggara sedang menunjukkan momentum yang positif, namun masih banyak yang bisa kita lakukan untuk membuka potensi iklim dan ekonomi secara maksimal. Meningkatkan pasokan kredit karbon berkualitas tinggi, yang didukung oleh kerangka kebijakan yang kuat dan dapat diprediksi serta infrastruktur pendukung yang memadai, sangat penting untuk menarik investasi dan mendorong permintaan. Untuk menghasilkan manfaat sosial dan ekonomi yang berkelanjutan, pasokan juga harus memenuhi standar internasional seperti ICVCM dan CORSIA — arah permintaan global di masa depan. Dengan tindakan yang terkoordinasi, pasar karbon dapat menjadi pilar utama dalam transisi menuju net-zero dan memperkuat ketahanan ekonomi Asia Tenggara.”
Permintaan terhadap pusat data di Asia Tenggara (SEA) tumbuh pesat dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 19% hingga tahun 2030, didorong oleh beban kerja berbasis AI maupun non-AI. Pusat data berpotensi menyumbang hingga 2% dari total emisi di enam negara utama Asia Tenggara (SEA-6), namun tren ini dapat berubah seiring dengan kemajuan dalam perangkat keras, perangkat lunak, serta peningkatan penggunaan energi bersih.
Pertumbuhan pusat data yang berkelanjutan akan membutuhkan solusi energi hijau yang beragam, dengan perluasan akses terhadap jaringan energi bersih menjadi faktor kunci. Hal ini termasuk memfasilitasi pengadaan energi melalui perjanjian pembelian listrik (power purchase agreements) atau melalui mekanisme kompensasi karbon (offset) yang memiliki integritas tinggi.
AI juga membuka peluang besar untuk mengurangi emisi sebesar 3–5% di sektor-sektor dengan tingkat emisi tinggi seperti pertanian dan alam, energi listrik, serta transportasi. Untuk mengoptimalkan potensi ini, diperlukan investasi yang terarah, dukungan kebijakan, dan adopsi teknologi yang berskala besar.
MenurutSpencer Low, Kepala Regional Sustainability, APAC di Google, “Kita perlu mengelola jejak lingkungan dari AI dan data center secara lebih bertanggung jawab melalui optimalisasi model, infrastruktur yang efisien, dan pengurangan emisi. Google sedang berupaya mencapai target energi bebas karbon 24/7, dengan investasi katalis di seluruh kawasan Asia-Pasifik, termasuk yang terbaru di sektor panas bumi dan energi angin lepas pantai. Yang tidak kalah penting adalah kebutuhan untuk mengidentifikasi dan memperluas penerapan AI yang mendorong pengurangan emisi di sektor jaringan listrik, pertanian, manufaktur, dan sektor-sektor lainnya.”
Investasi Hijau Naik 43% Menjadi USD 8 Miliar secara Tahunan, Dipimpin oleh Sektor Surya dan Pengelolaan Limbah
Enam negara utama Asia Tenggara (SEA-6) mencatat lonjakan investasi hijau swasta sebesar 43% menjadi USD 8 miliar pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya, dengan Malaysia dan Singapura berkontribusi lebih dari 60% terhadap total transaksi. Sektor energi tetap mendominasi dengan menyumbang dua pertiga dari total investasi hijau di kawasan, disertai dengan peningkatan ukuran transaksi. Di dalam sektor ini, energi surya mencatat lonjakan investasi terbesar (100%), sementara transaksi di sektor pengelolaan limbah meningkat 60% secara tahunan, didorong oleh proyek pengolahan air dan daur ulang.
Korporasi terus menjadi motor utama investasi hijau di Asia Tenggara, sejalan dengan tren yang terlihat di India dan Korea Selatan. Daya tarik dana iklim (climate funds) dan dana infrastruktur terhadap kawasan ini juga meningkat signifikan — masing-masing tumbuh empat kali dan empat belas kali lipat.
Secara mencolok, investasi asing dari luar kawasan Asia-Pasifik (APAC) ke ekonomi hijau SEA-6 meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, sementara investasi asing dari dalam APAC ke SEA-6 juga meningkat dua kali lipat. Sementara itu, investasi domestik di SEA-6 mengalami penurunan sebesar 40%, namun para investor domestik ini tetap aktif dalam mendukung pertumbuhan hijau di wilayah APAC lainnya.
Mendorong ekonomi hijau dengan pendekatan berbasis sistem membutuhkan upaya kolektif dari semua pemangku kepentingan — korporasi, investor, dan pemerintah. Dekarbonisasi di Asia Tenggara kini harus menghasilkan hasil nyata, melampaui sekadar pencapaian target. Dekarbonisasi jangan lagi dipandang sebagai penggerak pengeluaran, melainkan menjadi pendorong strategis pertumbuhan masa depan ksawasan regional.
* SEA-6 merujuk pada enam negara ekonomi utama — Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
#Pengurangan emisi sekitar 300 MtCO₂ dihitung berdasarkan proyeksi adopsi solusi rendah karbon dan dampaknya terhadap emisi dari produksi, penggunaan, peningkatan efisiensi, pergeseran bahan bakar, perubahan penggunaan lahan, dan sebagainya; solusi berbasis sistem yang diprioritaskan berpotensi menutup sekitar 50% kesenjangan emisi antara emisi SEA-6 berdasarkan kebijakan saat ini dibandingkan dengan komitmen yang telah diterima untuk tahun 2030.
# # #
About Bain & Company
Bain & Company is a global consultancy that helps the world’s most ambitious change makers define the future.
Across 65 cities in 40 countries, we work alongside our clients as one team with a shared ambition to achieve extraordinary results, outperform the competition, and redefine industries. We complement our tailored, integrated expertise with a vibrant ecosystem of digital innovators to deliver better, faster, and more enduring outcomes. Our 10-year commitment to invest more than $1 billion in pro bono services brings our talent, expertise, and insight to organizations tackling today’s urgent challenges in education, racial equity, social justice, economic development, and the environment. We earned a platinum rating from EcoVadis, the leading platform for environmental, social, and ethical performance ratings for global supply chains, putting us in the top 1% of all companies. Since our founding in 1973, we have measured our success by the success of our clients, and we proudly maintain the highest level of client advocacy in the industry.
About GenZero
GenZero is an investment platform company focused on accelerating decarbonisation globally. Founded by Temasek, we seek to deliver positive climate impact alongside long-term sustainable financial returns by investing in opportunities with the potential to be nurtured into impactful and scalable solutions.
Driven by a common purpose to decarbonise for future generations, we recognise the need for a holistic and integrated approach to achieve a net zero world. At GenZero, we adopt a flexible investment approach across three focus areas to drive climate impact: (i) nature-based solutions that help protect and restore our natural ecosystems while benefiting local communities and biodiversity; (ii) technology-based solutions that deliver deep decarbonisation impact; and (iii) carbon ecosystem enablers which refer to companies and solutions that support the development of an effective, efficient, and credible carbon ecosystem.
For more information on GenZero, visitwww.genzero.co.
About Google
Google’s mission is to organize the world’s information and make it universally accessible and useful. Through products and platforms like Search, Maps, Gmail, Android, Google Play, Google Cloud, Chrome and YouTube, Google plays a meaningful role in the daily lives of billions of people and has become one of the most widely-known companies in the world. Google is a subsidiary of Alphabet Inc.
About Standard Chartered
Standard Chartered is a leading international banking group, with a presence in 53 of the world’s most dynamic markets and the only international bank present in all 10 ASEAN markets. Our purpose is to drive commerce and prosperity through our unique diversity, and our heritage and values are expressed in our brand promise, here for good. We are committed to accelerating the transition to net zero and supporting sustainable economic and social development through our business, operations and communities. The Bank has the financial expertise, governance frameworks, technology and geographical reach to unlock and direct sustainable finance to where it is needed most.
For more stories and expert opinions, please visitASEAN networkandInsightsatsc.com. Follow Standard Chartered onTwitter,LinkedIn,InstagramandFacebook.
About Temasek and Ecosperity
Temasek is a global investment company with a net portfolio value of S$389 billion (US$288b) as at 31 March 2024. Our Purpose “So Every Generation Prospers” guides us to make a difference for today’s and future generations. Operating on commercial principles, we seek to deliver sustainable returns over the long term.
As Temasek’s key platform for global engagement and advocacy around sustainability, Ecosperity brings together leaders across the private and public sectors, academia and civil society to exchange views, share best practices and push the agenda on sustainable development. Twinning ecology and prosperity, the word Ecosperity reflects Temasek’s belief that doing good and doing well can – and must – go together.
For more information on Temasek, visitwww.temasek.com.sg
For more information on Ecosperity, visitwww.ecosperity.sg