Jakarta (01/05) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memberi perhatian pada dugaan kasus child grooming yang heboh dibicarakan netizen di media sosial X (Twitter). Akun X atas nama @olafaa_ mengunggah utas (thread) berisi foto-foto cuplikan layar (screenshot) dari teks yang berkonotasi seksual antara seorang pria dan korban. Akun @olafaa_ dalam salah satu unggahannya menyatakan bahwa korban adalah pelajar Sekolah Dasar usia 12 tahun, adik dari pelapor yang adalah teman @olafaa_.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar mengaku sangat prihatin melihat percakapan di ruang publik yang mengarah pada kekerasan seksual pada anak yang sangat membahayakan korban dan langsung mengkonfirmasi lokasi dan waktu kejadian dari berbagai sumber yang dianggap mengetahui kejadian tersebut.
“Saya memperhatikan sungguh-sungguh akun @olafaa_ yang menyuarakan dugaan adanya kekerasan seksual terhadap korban usia anak. Proses child grooming saat ini semakin mengkhawatirkan dan jika melihat percakapan terduga pelaku dan korban, terlihat jelas bahwa korban sulit untuk menolak karena korban sebelumnya merasa pelaku adalah orang yang dapat dipercaya dan memiliki hubungan yang spesial. Grooming adalah proses manipulasi seksual orang dewasa terhadap calon korban usia anak. Proses child grooming bisa jadi sudah berlangsung cukup lama mengingat kedekatan korban dengan terduga pelaku. Dalam kasus ini Kemen PPPA melalui Tim Layanan SAPA telah berupaya juga melakukan kontak akun @olafaa_ untuk menawarkan pelayanan pendampingan psikologis bagi korban. Hal ini kami lakukan untuk perlindungan terbaik bagi korban,” ujar Nahar, Senin (29 April 2024).
Nahar memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah sungguh-sungguh membantu dalam pelacakan dan penyelamatan anak korban.
“Terimakasih untuk jajaran Polres Serdang Bedagai yang telah tanggap menangkap terduga pelaku YPS yang kini sudah dalam tahanan. Kami mendorong para APH terkait untuk memberlakukan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan UU Perlindungan Anak. Kemen PPPA akan terus melakukan koordinasi dengan Dinas PPPA Provinsi dan Polda Jawa Barat untuk memastikan korban mendapatkan pendampingan psikologis dan perlindungan dengan baik,” ucap Nahar.
Nahar menjelaskan lebih lanjut seorang anak dapat menjadi korban child grooming yaitu pada kondisi ketika seseorang mencoba membangun hubungan saling percaya dengan anak-anak dengan tujuan untuk melecehkan korban. Korban seringkali tidak sadar telah menjadi korban grooming.
“Grooming dalam permainan daring dilakukan dengan cara pelaku berkenalan dengan anak, membelikan anak ‘diamond’ ataupun ‘gimmick’ yang disediakan oleh permainan daring agar karakter anak di dalamnya menjadi lebih keren, memberikan banyak like, bercakap-cakap melalui ruang chat di dalam permainan daring tersebut hingga meminta kontak pribadi anak. Dengan perlakuan-perlakuan tersebut, anak menganggap bahwa pelaku adalah sosok istimewa karena dapat mengerti dan memahami anak, menjadi teman bercerita dan menjaga rahasia. Para pelaku biasa menggunakan akun palsu dengan foto profil menarik. Jika seseorang meminta informasi pribadi seperti foto, alamat rumah, nomor telepon, atau sekolah, itu bisa menjadi tanda bahaya,” ujar Nahar.
Nahar juga meminta para orangtua untuk mengawasi aktifitas dan pergaulan anak di internet yaitu dengan diskusi terhadap anak untuk menjaga data pribadi anak, meminta anak mengubah akun media sosial anak menjadi akun private, sehingga akun media sosial anak hanya diakses oleh orang terdekat. Kenali lingkungan anak, ajak anak berkomunikasi secara terbuka serta melatih anak bersikap secara asertif.
Melihat ancaman kekerasan seksual terhadap anak yang semakin gencar, Pemerintah melalui Kemen PPPA menginisiasi Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah dalam Jaringan (daring) agar Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah memiliki panduan melaksanakan perlindungan anak di ranah dalam jaringan.
“Saat ini Rancangan Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah dalam Jaringan (daring) dalam tahap penyelesaian. RPerpres tersebut juga mencakup 3 (tiga) strategi Perlindungan Anak di Ranah Daring (PARD) diantaranya strategi pencegahan terjadinya penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi terhadap anak di ranah daring. Fokus strategi yang digunakan antara lain melalui pengendalian risiko dengan intervensi kunci antara lain mengidentifikasi, menapis dan memutus akses berdasarkan risiko dan bahaya termasuk mempersiapkan kebijakan terkait tata kelola Penyelenggaraan Sistim Elektronik (PSE) untuk menerapkan mekanisme perancangan teknologi informasi ramah anak,” ujar Nahar.
Nahar juga menyampaikan agar masyarakat dapat mengadu ke https://aduankonten.id atau saluran pengaduan yang disiapkan Kemenkominfo, apabila mengetahui atau melihat penerbit atau yang memasarkan produk Gim yang tidak mematuhi regulasi terkait Klasifikasi Gim. Kemen PPPA juga mengajak masyarakat yang melihat, mendengar, mengetahui, serta mengalami segala bentuk kasus kekerasan, termasuk kekerasan seksual, dapat segera melaporkannya kepada SAPA 129 Kemen PPPA melalui hotline 129 atau Whatsapp 08-111-129-129.