Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Aparatur menggelar seminar bertajuk “Meningkatkan Produktivitas dengan Membangun Lingkungan Kerja Positif”. Tema seminar kali ini diusung dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas para pegawai.
Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Aparatur Bambang Utoro pada sambutannya mengungkapkan bahwa seminar kali ini membahas produktivitas di tempat kerja serta kaitannya dengan kesehatan mental dan tingkat stres seorang pegawai.
“Kali ini temanya menarik karena berkaitan dengan meningkatkan produktivitas. Jadi nanti kita akan banyak mendengar tentang apa itu produktivitas. Setahu saya kalau kita berbicara tentang produktivitas dan lingkungan kerja positif, maka berhubungan juga dengan mental dan stres. Artinya kalau kita berbicara mental itu hubungannya ke stres,” ujar Bambang, di Jakarta, Senin (29/7).
Menurut Bambang, stres harus segera diatasi sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Para pegawai sebisa mungkin harus mengatasi stres yang dialami dari tuntutan pekerjaan.
“Makanya ketika stres belum mencapai tingkat tinggi sudah harus diatasi. Jangan dibiarkan hingga mencapai tingkat tinggi stres tersebut. Kita semua tahu bahwa pekerjaan itu tuntutannya tinggi. Namun itu harus diatasi karena kalau tidak bisa mengganggu secara serius. Mungkin bapak ibu semalam ada yang tidak bisa tidur, atau tiba-tiba perutnya sakit, atau buang air tidak teratur. Itu juga karena stress yang sudah sampai tahap mengganggu,” imbuhnya.
Hadir sebagai narasumber, Psikiater dr. Erickson Arthur Siahaan dan Psikolog Klinis Talissa Carmelia mengungkapkan bahwa stres, apalagi stres yang berkepanjangan dapat merugikan perusahaan. Banyak situasi yang terjadi di tempat kerja yang mempengaruhi kualitas mental seorang pegawai. Pemimpin juga memiliki tanggung jawab yang besar dalam membangun lingkungan kerja yang positif.
“Kesehatan mental di tempat kerja merupakan hal nyata yang sudah diriset. 15 persen individu usia produktif saat ini memiliki gangguan kesehatan mental. Depresi dan kecemasan merugikan perusahaan karena kurangnya produktivitas. Situasi yang mempengaruhi kualitas mental kita sangatlah banyak,” ucap Talissa.
Dalam pemaparannya Talissa juga mengungkapkan bahwa Perusahaan memiliki peran untuk menegakkan kebijakan yang mendukung kesehatan mental di lingkungan kerja.
“Yang harus disiapkan oleh pemimpin untuk membangun lingkungan yang positif adalah dengan memberikan pertolongan pertama menggunakan mental health first aid, menggunakan skill active listening dan effective feedback, serta menkultivikasi budaya dimana aggota tim merasa aman dalam mengambil risiko,” ujarnya.
Melanjutkan apa yang disampaikan Talissa, Erickson setuju bahwa banyak faktor yang mempengaruhi tingkat stres pegawai yang nantinya akan berefek kepada kinerjanya seperti banyaknya tuntutan tugas, masalah finansial, dan kurangnya hari libur.
“Hal paling umum yang memengaruhi kinerja karyawan adalah terlalu banyaknya tugas dan tanggung jawab, masalah finansial, overtime, bahkan terlalu sedikitnya liburan. Dampak stress berlebihan yang tidak ditangani dengan baik dalam tempat kerja adalah banyak absen, menurunnya produktivitas, bahkan kecelakaan dalam tempat kerja,” ucap Erickson.
Terakhir, dalam pemaparannya Erickson memberikan penanggulangan-penanggulangan yang dapat dilakukan oleh para pegawai agar tidak mengalami stress berkepanjangan akibat tuntutan pekerjaan.
“Work life balance haruslah dilakukan untuk membantu mencegah stress. Tips efektivitas dalam komunikasi di tempat kerja diantaranya adalah mengenal terlebih dahulu orang-orang yang sedang berkomunikasi dengan kita, jangan membuat asumsi, memberikan apresiasi, dan memprioritaskan komunikasi dua arah. Pemeriksaan jiwa juga penting untuk diadakan secara rutin di kantor. Hal sesederhana meregangkan otot pun mampu meredakan stress di tempat kerja,” tutup Erickson. (GERILYA ACADEMY/DKD)