Bogor (2/8) – Kesehatan mental adalah aspek penting dari kesejahteraan individu dan masyarakat yang tidak bisa diabaikan. Di era modern ini, kesehatan mental menjadi isu mendesak dengan tekanan hidup yang semakin meningkat. Masalah ini memiliki dampak signifikan terhadap kualitas hidup, produktivitas, dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, ungkap Plt. Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Suhaeni saat membuka kegiatan “Focus Group Discussion (FGD) Sinergitas Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial di Kementerian/Lembaga (K/L)” yang berlangsung pada 30-31 Juli 2024 di Bogor.
Data survei rumah tangga berskala nasional yang dilakukan oleh Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) Tahun 2022 menunjukkan bahwa 1 dari 3 remaja (34,9%) atau setara dengan 15,5 juta remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir; 1 dari 20 remaja (5,5%) atau setara dengan 2,45 juta remaja Indonesia memiliki satu gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Dari jumlah tersebut, hanya 2,6% remaja dengan masalah kesehatan mental yang pernah mengakses layanan yang menyediakan dukungan atau konseling untuk masalah emosi dan perilaku dalam 12 bulan terakhir. “Ini menunjukkan bahwa pemerintah harus melakukan kolaborasi dalam mendukung program yang positif untuk menjaga kesehatan mental,” tutur Suhaeni.
Menurut Suhaeni, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menangani isu kesehatan mental. Sejak tahun 2022, Kemen PPPA telah bekerja sama dengan UNICEF dalam beberapa kegiatan terkait kesehatan mental, termasuk menyusun Modul Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial (DKMP), melatih fasilitator nasional yang mampu menjadi trainer dalam Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial, menyempurnakan modul DKMP dengan menambahkan substansi dari modul Helping Adolescent Thrive, serta melaksanakan Bimbingan Teknis Modul DKMP kepada SDM layanan PUSPAGA dan unit layanan keluarga lainnya di Provinsi Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur.
Kemudian diperkuat dengan menambahkan indikator kegiatan pembangunan peningkatan kualitas perlindungan anak terkait isu kesehatan mental, yaitu persentase remaja usia 10-17 tahun yang mengalami gangguan mental. Agar persentase tersebut menurun, upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah perlu diteruskan, diperkuat, dan diakselerasi.
Sementara itu, Child Protection Officer – UNICEF Indonesia, Asep Zulhijar, menekankan bahwa program kesehatan mental dan psikososial harus dijalankan lintas sektor karena psikososial anak berefek pada aspek perkembangan dan sosial anak. Saat ini sedang “populer” bullying secara online atau techno anxiety, serta adanya eco anxiety akibat dari perubahan iklim yang menjadi tantangan tambahan bagi kesejahteraan mental mereka. Asep juga menjelaskan bahwa pendekatan yang digunakan dalam penanganan masalah kesehatan mental meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. “Pendekatan promotif dan preventif bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pencegahan dini masalah kesehatan mental, sedangkan pendekatan kuratif dan rehabilitatif fokus pada penanganan dan pemulihan individu yang sudah terdampak,” tambah Asep.
Perencana Ahli Madya/Dit. Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga Kementerian PPN/Bappenas, Yosi Diani Tresna, menyampaikan bahwa dalam Rancangan Akhir RPJPN Tahun 2025-2045, kebijakan pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan upaya kesehatan dan memperkuat sistem kesehatan, di mana salah satu kebijakan untuk meningkatkan upaya kesehatan adalah dengan menekankan penguatan kesehatan mental. Harapannya, dengan adanya upaya yang lebih besar untuk mengoptimalkan fungsi keluarga, mengurangi angka perkawinan anak, dan menyediakan layanan kesehatan mental yang mudah diakses dan ramah anak, diharapkan krisis kesehatan mental di kalangan remaja dapat ditangani dengan lebih efektif.
Kemen PPPA bersama UNICEF mengupayakan sinergitas isu kesehatan mental di tingkat pusat dan daerah dengan melakukan pemetaan program dan kegiatan terkait isu kesehatan mental melalui kegiatan FGD ini. Kegiatan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari berbagai Kementerian/Lembaga, di antaranya Bappenas, Kemendagri, Kemenkes, BKKBN, Kemendes PDTT, Kementerian Agama, Kemensos, Kemenko PMK, POLRI, Kemen PPPA, dan UNICEF.
Osi Kusuma Sari, Timker Promosi Kesehatan Jiwa & Kemitraan Kementerian Kesehatan, menyampaikan bahwa kesehatan jiwa masyarakat diupayakan melalui promosi di posyandu, sekolah, perkantoran, dan rumah, pertolongan pertama pada luka psikologis, dukungan komunitas, konseling oleh tenaga terlatih di puskesmas dan rumah sakit, serta kampanye pengasuhan positif dan P3LP untuk mengurangi stres dan risiko masalah psikologis.
FGD ini memuat rangkaian pembahasan yang meliputi (1) kebijakan dan reviu kegiatan dukungan kesehatan mental dan psikososial; (2) isu kesehatan mental pada RPJMN Tahun 2025-2029; (3) programatik kesehatan mental di layanan kesehatan; (4) sinergitas program dan kegiatan kesehatan mental di kementerian/lembaga; (5) diskusi dan tanya jawab terkait berbagai topik kesehatan mental; (6) pembahasan rencana tindak lanjut kegiatan kesehatan mental. Selain itu, para peserta yang merupakan perwakilan dari berbagai Kementerian/Lembaga diminta untuk memetakan program dan kegiatan isu kesehatan mental melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
FGD ini menghasilkan rekomendasi berupa hasil pemetaan dan relomendasi kolaborasi dan sinergi yang dapat dilakukan oleh setiap k/l dalam mencegah dan menangani masalah kesehatan mental dalam masyarkat khususnya keluarga, anak dan remaja. Dengan sinergi yang kuat dan komitmen bersama, kita bersama-sama dapat mewujudkan visi Indonesia Layak Anak 2030 dan menyongsong Indonesia Emas 2045 dengan generasi penerus yang lebih sehat, cerdas, dan sejahtera.