Kementerian Perindustrian bertekad untuk membangkitkan kembali kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) agar semakin berkontribusi signfikan bagi perekonomian nasional. Meski mengalami banyak tantangan, termasuk ketidakpastian ekonomi global, capaian ekspor dari industri TPT pada periode Januari hingga April 2025 menembus USD3,38 miliar atau meningkat 3,57 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Industri TPT merupakan salah satu sektor prioritas dalam peta jalan pembangunan industri nasional. Sektor ini juga menjadi kunci dalam memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini terlihat dari kinerja pada triwulan I tahun 2025, sektor industri TPT mencatat pertumbuhan positif sebesar 4,64 persen,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (22/7).
Menperin menegaskan, Kemenperin terus mendukung penguatan sektor industri TPT melalui berbagai program strategis, salah satunya transformasi menuju industri 4.0 dengan pemanfaatan teknologi digital. Strategi ini tidak hanya diterapkan di industri, tetapi juga pada unit pendidikan vokasi binaan Kemenperin.
“Transformasi ini sangat penting guna melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dan adaptif terhadap kemajuan teknologi modern sehingga dapat bersaing di dunia industri, baik nasional maupun internasional,” ujar Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Masrokhan.
Untuk menopang kebutuhan industri TPT terhadap tenaga kerja yang kompeten dengan jumlah besar, salah satu unit pendidikan vokasi Kemenperin, yakni Politeknik STTT Bandung berperan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. “Kami fokus untuk menyelenggarakan pendidikan vokasi industri dengan berbagai spesialisasi, di antaranya menghasilkan SDM industri TPT yang terampil,” tutur Masrokhan.
Pada Senin (21/7), Komisi VII DPR RI melakukan kunjungan kerja di Politeknik STTT Bandung, sekaligus memberikan apresiasi kepada BPSDMI Kemenperin yang telah berhasil mencetak SDM industri unggul melalui jalur pendidikan vokasi. Sebab, ketersediaan SDM yang kompeten merupakan faktor penting dalam menopang kinerja industri nasional.
Politeknik STTT Bandung sebagai salah satu dari 13 pendidikan tinggi vokasi Kemenperin, juga merupakan perguruan tinggi tertua yang didirikan sejak tahun 1922 atau telah berusia 103 tahun. Politeknik STTT Bandung dikembangkan dengan spesialisasi di bidang tekstil dan produk tekstil, yang meliputi tiga program studi Diploma IV, yaitu Program Studi Teknik Tekstil, Program Studi Kimia Tekstil, dan Program Studi Produksi Garmen.
“Politeknik STTT Bandung memiliki peran yang vital, tidak hanya mendidik tenaga kerja industri yang kompeten, tetapi juga berkontribusi dalam riset terapan, pengembangan kurikulum berbasis industri, serta penguatan ekosistem industri tekstil nasional,” jelas Masrokhan.
Menurutnya, melalui pendekatan Teaching Factory, implementasi pendidikan dual system, serta program pendidikan yang mengintegrasikan teknologi, sustainability, dan kewirausahaan, Politeknik STTT Bandung menjadi pilar penting dalam menyiapkan SDM tekstil yang tidak hanya mampu bekerja di industri, tapi juga siap menciptakan lapangan kerja baru di era transformasi industri 4.0 dan green industry.
Politeknik STTT Bandung telah menunjukkan konsistensinya dalam menjaga kualitas pendidikan dengan mempertahankan akreditasi institusi pada peringkat “A” atau “Unggul”. Selain itu, melalui konsep penta helix dalam pengelolaan pendidikan, Politeknik STTT Bandung juga mampu berkontribusi lebih banyak dalam penguatan industri TPT serta memberdayakan masyarakat melalui pengembangan komunitas dan penguatan IKM Tekstil.
Pada kunjungan kerjanya, Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan kekagumannya terhadap Politeknik STTT Bandung yang telah memiliki banyak alumni dan semua lulusannya diserap 100 persen oleh dunia kerja dalam waktu kurang dari enam bulan sejak diwisuda, bahkan banyak di antaranya yang telah dipesan oleh industri sebelum diwisuda.
“Kami mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perindustrian agar kebutuhan yang disampaikan, seperti peralatan dan sarana prasarana lainnya yang menunjang pembelajaran bisa dipenuhi oleh pemerintah sehingga dapat mendukung peningkatan kualitas dan produksi tekstil nasional guna bersaing dengan produk impor,” ungkapnya.
Pada kesempatan tersebut, Komisi VII DPR RI berdiskusi dan berdialog mengenai beberapa hal yang menjadi perhatian maupun tantangan saat ini, mulai dari prestasi kampus, mahasiswa dan dosen, hingga kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran.
“Politeknik ini sangat luar biasa karena di saat pertekstilan di Indonesia bisa dikatakan sedang bermasalah, politeknik ini menjadi pengingat bahwa Indonesia memiliki kekuatan di dunia pertekstilan yang bahkan dimulai dari pendidikannya. Di sini pun bukan hanya dari segi ilmu, tetapi dari segi SDM-nya juga,” ujar Wakil Komisi VII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo.
Di lokasi terpisah, rombongan Komisi VII DPR RI lainnya juga mengunjungi beberapa unit pendidikan tinggi vokasi Kemenperin, seperti Politeknik Industri Petrokimia Banten dan Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan dalam rangka menunjukkan dukungannya terhadap program pendidikan vokasi Kemenperin. Harapannya, dari kunjungan kerja ini dapat menjadi ajang dialog terbuka, pemahaman mendalam, dan awal dari kolaborasi yang lebih erat antara Kemenperin dengan Komisi VII DPR RI dalam memajukan industri nasional melalui penguatan pendidikan vokasi.