Kementerian Perindustrian turut berperan aktif mendukung percepatan pemerataan ekonomi di Indonesia. Salah satu upayanya adalah mendorong pembangunan sektor industri manufaktur di luar Jawa, termasuk wilayah timur Indonesia.
“Undang Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, telah mengamanatkan bahwa untuk mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional, diperlukan kepastian berusaha, persaingan sehat serta mewujudkan industri yang mandiri dan berdaya saing,” kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi dalam keterangannya di Jakarta, Senin (5/8).
Kepala BSKJI mengemukakan, wilayah timur Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang beragama sehingga ekonominya berpotensi tumbuh dan berkembang. “Oleh karena itu, diperlukan kebijakan hilirisasi industri, yang terbukti membawa dampak positif yang luas, antara lain peningkatan nilai tambah bahan baku, penambahan jumlah serapan tenaga kerja, serta penerimaan devisa dari investasi dan ekspor,” paparnya.
Merujuk data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi di wilayah timur Indonesia pada kuartal I-2024, kelompok provinsi yang tumbuh tertinggi tercatat di Pulau Maluku dan Papua sebesar 12,15 persen, disusul Pulau Sulawesi sebesar 6,35 persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi pada Pulau Sulawesi tercatat di Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 2,35 persen.
Selanjutnya, Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 2,15 persen, Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 0,75 persen, Provinsi Sulawesi Utara sebesar 0,68 persen, Provinsi Sulawesi Barat sebesar 0,25 persen, dan Provinsi Gorontalo sebesar 0,17 persen.
“Pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara, terjadi di sebagian besar lapangan usaha industri pengolahan, yang tumbuh sebesar 21,72 persen pada kuartal I-2024,” sebut Kepala BSKJI. Adapun jumlah perusahaan pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara sebanyak 145 perusahaan.
“Kontribusi sektor tersebut tidak hanya pada peningkatan ekspor nikel yang mencapai nilai USD4,8 miliar pada tahun 2022, tetapi juga dalam peningkatan lapangan kerja dan pembangunan infrastruktur di daerah,” imbuhnya.
Guna mendorong daya saing industri di Sulawesi, BSKJI memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT), yakni Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Hasil Perkebunan, Mineral Logam, dan Maritim (BBSPJIHPMM) Makassar yang telah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) pada tahun 2023.
“Sebagai satuan kerja Badan Layanan Umum (BLU), kami menyambut baik upaya BBSPJIHPMM dalam mengembangkan lingkup layanan jasa industri, yang diharapkan mampu mendukung implementasi kebijakan dan program Kemenperin di bidang standardisasi dan jasa industri,” ungkap Andi.
Kepala BSKJI optimistis, bahwa dengan kerja sama antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat, akan dapat mencapai tujuan bersama dalam meningkatkan daya saing industri nasional. Misalnya, melalui pelaksanaan kegiatan Temu Industri yang digelar oleh BBSPJIHPMM di Kendari, Sulawesi Tenggara pada Kamis (1/8) lalu.
“Diharapkan, dari acara Temu Industri ini, terjalin sinergi untuk mendorong transformasi industri yang berkelanjutan bagi perkembangan industri di Sulawesi Tenggara dan Indonesia secara keseluruhan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala BBSPJIHPMM Shinta Virdhian menyatakan, kegiatan temu industri ini merupakan wadah yang akan mempertemukan para industri mulai dari tingkat IKM hingga industri besar dengan tujuan sebagai salah satu upaya BBSPJIHPMM untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada industri, serta memperoleh informasi mengenai kebutuhan industri dan peluang kerja sama sehingga BBSPJIHPMM dapat mendukung peningkatan daya saing industri.
Terlebih lagi, BBSPJIHPMM telah ditetapkan menjadi BLU, yang membuat lebih fleksibel dalam berinovasi untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dan industri. Hal ini sesuai dengan motto yang diusung, yakni sebagai one stop solutions for industry.
“Kami memiliki berbagai layanan jasa teknis yang dapat digunakan oleh industri, di antaranya Layanan Inpeksi, Kalibrasi, dan Pengujian, Lembaga Sertifikasi Produk dan Sertifikasi Industri Hijau, LVI (verifikasi TKDN), LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) dan proses pendirian lembaga LSSM (Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu) serta LVVGRK (Lembaga Validasi/Verifikasi Gas Rumah Kaca), Layanan Jasa Pendampingan Teknis Konsultansi dan Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi yang berbasis pada potensi daerah, Layanan Showcase Cacao 4.0 dalam mendukung program hilirisasi industri berbasis komoditas kakao, serta Lembaga Pemeriksa Halal dan Laboratorium Uji Halal,” sebut Shinta.
Saat ini, BBSPJIHPMM telah memiliki pelanggan setia sebanyak 1.121 industri yang tersebar di 25 provinsi dengan konsentrasi 65 persen di Provinsi Sulawesi Selatan dan 80 persen dari perusahaan itu di antaranya merupakan IKM. “Selain itu, kami memiliki mitra kerja sama yang terdiri dari 42 pemda kabupaten dan pemerintah kota, kemudian 18 perguruan tinggi atau lembaga akademik, 3 lembaga kementerian dan Lembaga non Kementerian,” tandasnya.
Pada kegiatan Temu Industri BBSPJIHPMM yang diikuti sebanyak 100 peserta, dilaksanakan pula penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara BBSPJIHPMM dan Universitas Halu Oleo, yang diharapkan dapat memperkuat kolaborasi dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan daya saing industri melalui standardisasi dan pelayanan jasa industri.